Hingga Semester I-2025, penerimaan pajak berhasil mencapai Rp 831,27 triliun neto, atau 38% dari target APBN 2025 sebesar Rp 2.189,3 triliun.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyatakan bahwa realisasi penerimaan ini masih menghadapi tekanan, terutama setelah penurunan tajam di awal tahun 2025. Pada Januari 2025, penerimaan pajak tercatat sebesar Rp 88,9 triliun, mengalami kontraksi sebesar 41,9% dibandingkan dengan Januari 2024 yang mencapai Rp 152,9 triliun.
“Netonya memang jauh lebih dalam kontraksinya Januari 41,9 persen karena restitusi cukup besar. Sampai Februari masih terasa,”
ujar Menkeu melalui keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (2/7/2025).
Sri Mulyani menambahkan bahwa tingginya restitusi pajak pada awal tahun turut mempengaruhi pola penerimaan. Namun demikian, sejak Maret 2025, terjadi perbaikan, dengan kenaikan penerimaan pajak 3,5% yoy menjadi Rp 134,8 triliun. Pada bulan April, penerimaan pajak mencapai Rp 234,4 triliun, naik 5,8% dibandingkan tahun sebelumnya.
Pada bulan Mei 2025, penerimaan sempat menurun menjadi Rp 126,2 triliun atau turun 7,4%, namun stabil lagi pada Juni 2025.
“Pada Mei kontraksi lagi karena restitusi, dan Juni sudah mulai positif setelah Dirjen Pajak baru melakukan adjustment,”
jelas Menkeu.
Sri Mulyani berpendapat bahwa fluktuasi penerimaan pajak merupakan fenomena yang relatif konsisten dari tahun ke tahun. Pemerintah optimis bahwa pada semester II 2025, penerimaan negara dapat distabilkan.
“Capaian ini memberi harapan bahwa di semester dua kita bisa melakukan stabilisasi penerimaan negara yang menjadi backbone APBN,”
ucapnya.
Dari total penerimaan neto Rp 831,27 triliun hingga Juni 2025, sebagian besar diperoleh dari PPh badan sebesar Rp 152,49 triliun (turun 11,7% yoy), PPN dan PPnBM sebesar Rp 267,27 triliun (turun 19,7%), PPh orang pribadi Rp 14,03 triliun (naik 35,6%), dan PBB Rp 11,53 triliun (naik 247,2%).
Sri Mulyani juga memperkirakan penerimaan pajak hingga akhir 2025 akan mencapai 94,9% dari target APBN, dengan pertumbuhan 7,5% dibandingkan tahun sebelumnya.
Proyeksi ini didukung oleh perbaikan kondisi ekonomi nasional, pertumbuhan ekonomi yang stabil di sekitar 5%, daya beli masyarakat yang kuat, serta peningkatan aktivitas di sektor manufaktur.
Pemerintah juga mengandalkan kolaborasi antar kementerian dan lembaga terkait untuk optimalisasi penerimaan pajak ke depan melalui program bersama yang diinisiasi oleh Kementerian Keuangan.
—